Friday, December 29, 2023

Semesta yang Diharapkan Tidak Berubah Cuaca

 

“Semesta yang Diharapkan Tidak Berubah Cuaca”



Di lautan air mata yang telah kutumpahkan. Aku ingin mengucapkan selamat tinggal pada semesta yang telah pergi dimakan waktu. Sungguh tak pernah terbersit sebuah cerita tercipta.  Semesta tiba-tiba hadir, singgah, kemudian pergi.

Cerita ini berawal dari ketidaksengajaan dan kekosongan yang sedang menggerogoti. Seakan semesta membawa penawar untuk hidup yang kosong ini. Aku membuka diri seluas-luasnya menyambut kedatangannya. Kusingkirkan ketakutan dan benteng yang telah kubangun bertahun-tahun ini.

Selama 5 tahun terakhir, aku sedang berobat jalan pada Tuhan untuk menyembuhkan luka-lukaku. Aku berdarah-darah dan tanpa kuasa menjalani kehidupan selepas kuteguk wewangian yang memabukan itu. Tak sengaja kutemukan sebuah botol yang semerbak wanginya sehingga aku tergoda menyicipinya. Karena rasanya yang sangat manis, kuputuskan untuk menghambiskan minuman dibotol itu.

Bak Habis gelap terbitlah terang. Hadirlah semesta yang menawarkan obat untuk luka-luka hebat ini. Nyatanya itu seperti kokain yang sengaja aku minum dengan dosis yang berlebihan. Sembuh ini ternyata hanya ilusi. Nyatanya sakitku makin menggila.

Awalnya, semesta hadir menawarkan cuaca indah dan mengagumkan. Laksana pelangi setelah badai melanda. Semesta memberi penawar untuk kegilaanku. Seakan dicabut satu persatu sakit yang dirasakan. Semesta membuat candu yang berlebihan membuat aku percaya bahwa Semesta adalah tuan yang selama ini aku nantikan.

Diawal pertemuan aku selalu melontarkan penolakan untuk memberikan kunci, semesta tetap berusaha meyakinkan. Meyakinkan bahwa setiap masalah ada jalan keluarnya.

“Dan halangan apa yang membuat kita tidak bisa bersama? Kita cari solusinya.” Ujar semesta.

Hati mana yang tidak luluh dengan apa yang semesta ucapkan dan yang dilakukannya. Akhirnya kunci yang berkarat ini aku berikan. Karatnya mulai luntur dan bermetamorfosis menjadi kunci baru.

Bebalnya aku, kutelan mentah-mentah janji dan kata-katanya. Aku terlalu percaya bahwa semesta tidak akan pernah  berubah cuaca. Ternyata semesta hanya berisikan petir, angin, dan hujan badai. Tak pernah kutemui Pelangi atau musim semi. Ternyata bunga-bunga yang berjatuhan kemarin adalah musim gugur yang indah namun dibalik itu menggunduli pohon-pohon yang telah kokoh bertahun-tahun ini.

Ternyata cuacanya yang cerah menyimpan gemuruh dan kilatan yang begitu menyakitkan.

“Apakah semesta tidak merasa setiap bait puisinya berlainan arah dengan bahasa tubuhnya?”

“Ataukah semesta tidak tau diri?”

“Ataukah diri ini yang dianggapnya hina?”

“ataukah semua kelemahanku membuat semesta merasa berkuasa?”

Semesta menamparku ribuan kali namun aku tak pernah menjadi orang sadar yang memahami iklim disekitarnya. Aku tetap gila dengan seribu perasaan yang menutup mata dan logika ini. Gilanya aku, semua kekuatan dan tenaga kuberikan pada semesta. Tersisa kekurangan dan kelemahan yang kupeluk pelan-pelan agar tidak melukaiku.

Ribuan hari telah kulalui dengan segudang pertanyaan kenapa semesta mengubah cuacanya. Miliaran detik kuisi dengan peperangan antara pikiran dan perasaan yang tak pernah satu pandangan. Aku kalut, dengan perasaan yang berantakan. Aku tidak bisa mengangkat kepalaku. Semuanya runtuh oleh perubahan cuaca yang tiba-tiba. Semuanya porak poranda oleh angin yang semesta ciptakan.

Tak bisa kubedakan apakah ini siang hari atau sudah malam hari. Setiap detik seakan setahun kujalani. Aku tak mampu berjalan dengan benar. berdiri tegakpun aku tak sanggup. Tulang-tulangku serasa patah bersamaan. Kulalui hari seakan memakan bebatuan, insomnia yang menghampiri, dan pikiran jahat menyakiti diri sendiri.

Aku membenci mata ini yang terus mencari semesta disudut-sudut jalan. Aku membenci aroma yang mengingatkanku pada semesta.  Aku membenci lagu-lagu favoritku, warna favoritku, dan setiap keindahan yang pernah kuberitahu pada semesta. Sialnya kebencian pada semesta tak pernah hadir.

Ternyata benci itu hanya inginku, didasar hati ini tak bisa kutanamankan kebencian pada semesta yang telah memberiku bahan bakar untuk kembali membangun bangunan yang belum rampung ini. Namun seluruh diri ini ingin menghapus semesta pada kehidupan ini.

Kupikirkan baik-baik adakah hal yang bisa membuatku membenci semesta. Serentetan kejadian, janji, bahkan tindakan yang harusnya membuat diri ini menghindari bahkan tidak seharusnya berinteraksi kembali. Namun, diujung hati paling jauh harapan selalu muncul kepermukaan. Kebencian yang direncanakan tidak pernah terjadi.

Semenjak diri sadar tidak bisa membenci dan memusnahkan yang berbau semesta. Aku putuskan untuk menjauhi dan menutup pintu untuk aroma yang mengingatkanku pada semesta. Aku berusaha Ikhlas dan belajar ridho untuk lepas dan melepaskan. Mulai saat itu, aku berperang dengan diri sendiri. Melawan perasaan, pikiran, dan tindakan yang membawaku pada semesta.

Saat ini, aku telah berhenti. Tak akan kulalui hari-hari berat kemarin. Aku akan meninggalkan semesta dengan semua cuacanya. Akan kususun kembali kehidupan yang telah runtuh ini. Aku akan kembali membangun mimpi-mimpi. Akan kumulai dari pondasi diri untuk belajar berdiri dengan tegap dan tanpa rasa rendah diri.

Aku berharap semesta tidak pernah menampakan cuacanya dalam bentuk apapun. Nama, berita, bahkan pertemuan jangan pernah menghampiriku. Aku telah berdamai dengan segala kerusakan yang ada. Tugasku adalah membersihkan dedaunan yang telah berguguran, salju yang telah menumpuk, dan air hujan yang menggenang. Kemudian kususun pelangi dan musim semi untuk diriku sendiri.

 Selamat datang Aku yang baru…

Semesta yang Diharapkan Tidak Berubah Cuaca Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Vita Sizu

7 komentar:

  1. Semangat cece,kamu sangat berharga,kamu istimewađź’—

    ReplyDelete
  2. Luarbiasa... di balik kebisuan ternyata ada suara yg lantang menggema. Sayang hanya diri sendiri yg mendengarnya....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah selalu ada Tuhan yang tidak pernah bosan mendengarkan jeritan ini hhe

      Delete
  3. Tenang, kelak akan datang kebahagiaan pada diri yang senantiasa yakin pada Sang pemilik semesta. Semangattt!

    ReplyDelete
  4. Kabar buruknya adalah waktu terus melayang. Kabar baiknya, kamu adalah pilotnya. Ayo handle diri dan perasaan sendiri ke arah yg lebih baik

    ReplyDelete